April 2024
M T W T F S S
1234567
891011121314
15161718192021
22232425262728
2930  

soa

Posted in: article,bahan study by arisandyaji on October 18, 2010

Studi kasus: Bepet
Energi Inggris Power & Energy Trading (Bepet) benar-benar dipikirkan kembali baik cara desain software dan hubungan dengan pemasok sebagai akibat dari pergeseran ke layanan model yang dipimpin memberikan IT.
Perusahaan energi pindah ke proses-driven architecture, sengaja menghindari para SOA label untuk memisahkan diri dari hype. Bepet yang pindah diaktifkan untuk memprioritaskan proses dan membuat IT lebih baik melayani bisnis.
“Proses adalah DNA organisasi kami. Kami harus fokus pada kegiatan yang bernilai lebih tinggi daripada pabrik-jenis program, untuk berada dalam kondisi yang baik untuk bisnis masa depan. Tidak ada hadiah untuk tempat kedua,” kata Jeremy Lock, manajer TI di Bepet.
Setelah SOA akan memungkinkan departemen TI untuk mendukung proses nilai tambah, ketimbang dukungan fungsionalitas yang lebih sedikit demi sedikit cara.
Dalam rangka memfasilitasi pergeseran ini, Bepet aplikasi bisnis dibagi menjadi tiga kategori layanan, mendefinisikan sebagai sebuah layanan mandiri dan satuan kerja independen.
Ketiga kategori tersebut adalah: suatu tugas yang membutuhkan keputusan manusia, sebuah layanan informasi dan layanan fungsional. Layanan teknologi mendukung semua dari ketiga kategori.
Mengubah kegiatan-kegiatan ini menjadi layanan telah terekspos perusahaan energi untuk beberapa cara baru untuk berpikir tentang hak kekayaan intelektual dan pelaksanaan desain.
“Biasanya kami membeli paket dan tidak banyak perkembangan dipesan lebih dahulu. Kami akan lob persyaratan kami ke tempat pasar, mendapatkan tawaran kembali, membangun mereka, dan kemudian menerima atau menolak,” kata Lock.
Namun, menggunakan SOA memerlukan pergeseran dalam berpikir tentang hak kekayaan intelektual. Dalam rezim yang baru, Bepet melihat pada paket bibit terbaik di pasar, tetapi tidak menyesuaikan. Paket-paket di mana kekurangan dalam fungsionalitas, tim menulis sebuah layanan untuk melengkapi itu.
“Apakah layanan ini di dalam atau di luar sebuah paket kita harus tersambung ke. Dan hak-hak kekayaan intelektual setiap layanan harus ditangkap dalam model kami.”
Ini berarti bahwa Bepet mungkin memiliki hak kekayaan intelektual layanan dalam sebuah paket, konsep yang tidak biasa untuk beberapa perangkat lunak dan sistem integrator.
“Konsultan lima besar semua memiliki metode sendiri untuk melaksanakan paket. Dan kita sekarang berkata kepada mereka, ‘kami ingin Anda melakukannya dengan cara kami’,” kata Lock.
Pemanenan menggunakan kembali, lain tujuan utama dari investasi SOA, juga disebut radikal untuk memikirkan kembali desain, kata Lock. “Anda perlu desain layanan bisnis pada tingkat atom yang tepat. Dan sebuah investasi dimuka dalam desain sangat penting bila Anda akan menggunakan kembali nanti untuk mendapatkan garis bawah. Itu benar-benar tantangan semua normal paradigma desain perangkat lunak dan dukungan.”
Bahkan bagi perusahaan-perusahaan seperti Bepet yang kompatibel dengan IT Infrastructure Library (ITIL), memecah segala sesuatu menjadi lebih rinci unit membuat segalanya lebih kompleks secara default.
“Kami memiliki tim dari tujuh mendukung aplikasi 60-aneh, dan ketika aku memberitahu mereka kita melanggar ini ke dalam layanan, mereka benar prihatin tentang risiko,” kata Lock.
Pemerintahan mungkin mewakili usaha pengeluaran terbesar di pindah ke SOA. “Hanya 30% dari SOA adalah mengenai pembangunan, sisanya adalah tentang pengelolaan pemerintahan dan pelayanan. Bekerja dengan mitra mempercepat laju adopsi, tetapi penting untuk internalise pelajaran dan untuk mengambil kendali.”

Tags:

1. Latar belakang dan sejarah singkat perusahaan

National Society for the Prevention of Cruelty to Children (NSPCC) adalah suatu badan amal Inggris terkemuka dengan kekuatan hukum yang memungkinkan untuk mengambil tindakan untuk melindungi anak-anak pada risiko penyalahgunaan. NSPCC didirikan pada 8 Juli 1884, yang beroperasi di seluruh Inggris, Wales, Irlandia Utara dan Kepulauan Channel. NSPCC mempekerjakan 2000 orang dan memiliki 180 tim untuk membantu melindungi anak-anak diseluruh Inggris , Wales, Irlandia Utara dan Kepulauan Channel. Dewan Pengawas saat ini memiliki 16 anggota yang memiliki manajemen tunggal dan seluruh usaha NSPCC. Anggota Dewan berasal dari berbagai lapisan dan membawa berbagai keterampilan dan pengetahuan untuk peran mereka. Dewan pengawas melakukan pertemuan sebanyak 9 kali dalam setahun dan sebagian besar dari mereka juga duduk di komite untuk meninjau bidang utama kegiatan dan kebijakan seperti keuangan, audit, dan bidang resiko dan pengembangan kegiatan baru

Visi dari NSPCC :

“To end cruelty to children in the UK is a highly ambitious one”

Misi dari NSPCC :

1.         Membuat dan memberikan pelayanan yang paling efektif untuk melindungi anak-anak

2.         Memberikan nasihat dan dukungan untuk orang dewasa dan profesional khawatir tentang anak

3.         Bekerja dengan organisasi-organisasi untuk memastikan mereka secara efektif melindungi dan yang tidak melindungi anak-anak

Layanan NSPCC memprioritaskan pada 7 issue penting :

1.         Anak-anak yang ditelantarkan

2.         Kekerasan fisik yang beresiko tinggi akibat keluarga (keluarga dengan orang dewasa yang melakukan kekerasan, alkohol dan penyalahgunaan obat dan masalah kesehatan mental

3.         Mereka yang mengalami pelecehan seksual

4.         Anak di bawah usia

5.         Anak cacat

6.         Anak-anak dari masyarakat etnis hitam dan minoritas tertentu

7.         Anak adopsi

Nilai dari NSPCC :

1.         Berfokus pada area di mana bisa membuat perbedaan terbesar (focus for make the biggest difference)

2.         Memprioritaskan anak-anak yang paling berisiko (prioritise the children who are most at risk)

3.         Belajar apa yang terbaik untuk mereka (study what children need )

4.         Membuat pengaruh untuk perubahan (Innovation).

2. Implementasi Inovasi dari Knowledge Management di perusahaan

NSPCC membuat sebuah website “online counselling service” menggunakan CMS dimana berita yang ada di dalam website tersebut bisa diupdate dengan cepat dan mudah, sehingga bisa meningkatkan content dan Knowledge Management didalam organisasi. Selain itu memungkinkan untuk memberikan beberapa jenis konten untuk khalayak tertentu dengan cepat dan dapat mengefektifkan biaya yang dikeluarkan perusahaan.

NSPCC menggunakan organisasi pihak ketiga (= mc) untuk mengembangkan beberapa gagasan inovasinya. =MC merupakan organisasi non-profit dan = mc bangga telah terlibat dalam membantu mengembangkan beberapa ide yang digunakan dalam kampanye NSPCC.

3. Strategi yang dipakai untuk memaksimalkan Inovasi

NSPCC memiliki strategi yang digunakan untuk memaksimalkan inovasi- inovasi yang diciptakan.

Gambar 3.1: Strategi Inovasi

Dari gambar strategi diatas, NSPCC melakukan klasifikasi dan penjabaran setiap tahapan-tahapan implementasi inovasi menjadi sebagai berikut :

Operations :

1.   Membantu merancang program kerja untuk menjalankan strategi inovasi

2.   Pelatihan untuk semua staf penggalangan dana dalam inovasi dan kreativitas keterampilan

Improvement :

1.     Membantu mengembangkan manajemen pengetahuan / intranet inovasi

2.     Menyarankan model yang berbeda untuk pengembangan inovasi internal

3.     Mengembangkan sistem untuk menilai dampak dari inovasi

4.  Cara mengembangkan dimensi dan program inovasi

Membuat suatu sistem kolaborasi yang dapat digunakan oleh seluruh staff sehingga mereka dapat memberikan informasi-informasi mengenai NSPCC dan berbagi pengalaman mengenai program-program yang diadakan dan masalah-masalah yang sedang dihadapi.

5.  Current conditon pada saat ini (model yang digunakan)

Tidak adanya sistem kolaborasi yang terpusat, sehingga mereka tidak mengetahui apa yang sedang terjadi di daerah lain.

Program-program NSPCC :

1.     Membantu anak-anak melalui ChildLine

ChildLine adalah sebuah “online counselling service”, menyediakan line khusus untuk anak-anak dan kaum muda. Relawan terlatih akan memberikan nasihat dan dukungan, melalui telepon dan online, 24 jam sehari. Anak-anak juga dapat menerima saran yang ditampilkan dalam bentuk text.

2.     Layanan untuk anak-anak dan keluarga

Salah satu project NSPCC untuk area lokal, menawarkan berbagai layanan untuk anak-anak yang mengalami kekerasan atau pelecehan.

3.     Layanan saran untuk orang dewasa dan profesional

Program ini meliputi helplines NSPCC, pertanyaan umum dan saran khusus serta informasi untuk orang dewasa dan profesional dalam rangka membantu mereka melindungi anak-anak.

4.     Program Research and Development NSPCC

Penelitian kami melihat pada seputar isu penyalahgunaan, pelecehan dan kekerasan, dalam rangka mengembangkan layanan, kampanye dan cara-cara baru untuk mengakhiri kekejaman pada anak.

5.     Jasa Konsultasi

Kami bekerja dengan organisasi dan jaringan profesional untuk membantu mereka melakukan segala sesuatu yang mereka bisa untuk melindungi anak-anak. Bila perlu kita akan menggunakan status orang untuk campur tangan ketika seorang anak dalam masalah.

6.     Kampanye

NSPCC bekerja di tingkat nasional, regional dan lokal, dengan cara mempengaruhi, memobilisasi, dan mendidik sehingga perlindungan anak berada digaris depan pikiran rakyak.

6.  Tantangan yang dihadapi, faktor-faktor penghambat dan upaya yang dilakukan untuk mengatasi tantangan tersebut?

Tantangan yang dihadapi NSPCC dan faktor yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan Inovasi KM adalah susahnya karyawan menuliskan ide-ide mengenai program yang diadakan oleh NSPCC, sehingga informasi-informasi terbaru tidak dapat diketahui secara real time. Hal ini juga akibat tidak semua orang pandai menulis dan membuat kata-kata yang baik untuk memaparkan informasi-informasi penting yang valid dan up-to-date.

Upaya yang dilakukan NSPCC :

1.         Membuat suatu sistem kolaborasi seperti social networking dan forum-forum untuk berbagi informasi yang hanya dapat diakses oleh karyawan mereka.

7. Lesson learn yang didapat dan best practice yang telah dicapai

Lesson learn dan best practice yang didapatkan dari penerapan inovasi di NSPCC adalah sebagai berikut kita dapat menciptakan suatu sistem kolaborasi internal seperti facebook yang dapat digunakan oleh semua karyawan perusahaan.

8. Target pencapaian masa depan

Setiap karyawan diharapkan dapat mengoptimalkan sistem kolaborasi yang ada sehingga informasi-informasi terbaru yang ada di daerah lain dapat diketahui dengan cepat dan akurat.

9. Usulan berdasarkan dari konsep inovasi yang dibahas

Usulan yang dapat diberikan dalam konsep inovasi diatas adalah memberikan training  kepada karyawan-karyawan yang mengalami kesulitan dalam menggunakan sistem kolaborasi tersebut, dan menanamkan mindset mengenai perlunya berbagi ide dengan menggunakan sistem kolaborasi tersebut.

10.Hal lain yang penting untuk dikemukakan

“NSPCC sees itself as innovative – but that means we have to constantly re-invent our cause and our work to make sure we meet the needs and interests of children. =mc has been a great companion and challenger in ensuring we stay on the innovation edge.” Tim Hunter, Deputy Director of Fundraising, NSPCC

Tags:

1. Latar belakang dan sejarah singkat perusahaan

Universitas Johannesburg (UJ) didirikan pada tanggal 1 Januari 2005. Universitas ini adalah hasil dari penggabungan dari Universitas Rand Afrikaans dan Technikon Witwatersrand. UJ memiliki 5 kampus yang tersebar di wilayah Central Gauteng, Auckland Park Kingsway Campus (kampus utama), Doornfontein Campus dan Auckland Park Bunting Park Campus. Sedangkan kampus ke 5 (East Rand Campus) saat ini sedang dalam proses pembangunan. Saat ini UJ memiliki lebih dari 48000 full-time student dan lebih dari 3000 pegawai tetap, sehingga menjadikan UJ sebagai salah satu universitas terbesar di Afrika Selatan.

Visi dari UJ :

“To be a premier, embracing, African city university offering a mix of vocational and academic programmes that advances freedom, democracy, equality and human dignity as high ideals of humanity through distinguished scholarship, excellence in teaching, reputable research and innovation, and through putting intellectual capital to work.”

Misi dari UJ :

  1. Quality education
  2. Leading, challenging, creating and exploring knowledge
  3. Supporting access to a wide spectrum of academic, vocational and technological teaching, learning and research
  4. Partnerships with our communities
  5. Contributing to national objectives regarding skills development and economic growth

Nilai dari UJ :

  1. Academic distinction
  2. Integrity and respect for diversity and human dignity
  3. Academic freedom and accountability
  4. Individuality and collective effort
  5. Innovation

Sepuluh Strategic Goals dari UJ :

  1. Build a reputable brand
  2. Promote excellence in teaching and learning
  3. Conduct internationally competitive research
  4. Be an engaged university
  5. Maximise its intellectual capital
  6. Ensure institutional efficiency and effectiveness
  7. Cultivate a culture of transformation
  8. Offer the preferred student experience
  9. Focus on the Gauteng city regions
  10. Secure and grow competitive resourcing

2. Implementasi Intellectual Capital Management dari Knowledge Management di perusahaan

ICM diimplementasikan oleh UJ sebagai salah satu langkah utama dalam mencapai tujuan strategis dari Universitas yaitu memaksimalkan Intellectual Capital (IC) di UJ. Sebagai salah satu tujuan strategis dari UJ, IC menjadi sebuah poin krusial di dalam tubuh UJ yang perlu untuk selalu ditingkatkan dan dimaksimalkan dalam penerapannya. Oleh karena itu ICM merupakan salah satu hal yang sangat diutamakan di UJ.

3. Strategi yang dipakai untuk memaksimalkan Intellectual Capital Management

Dalam rangka mencapai salah satu tujuan stragegis dari UJ yaitu memaksimalkan IC, UJ menerapkan strategi sebagai berikut :

Dari gambar strategi diatas, UJ melakukan penjabaran tahapan-tahapan implementasi ICM menjadi sebagai berikut :

1.    Menentukan tujuan dari perusahaan (maximize the ICM)

2.    Melakukan mapping terhadap elemen-elemen dari ICM.

3.    Menentukan karakteristik dari variabel-variabel yang akan diukur.

4.    Menentukan Key Success Factors atas dasar karakteristik tersebut diatas.

5.    Melakukan KM Scorecard atas dasar variabel-variabel yang telah ditentukan sebelumnya.

6.    Melakukan proses continous improvement secara terus menerus agar tujuan strategis dari UJ yaitu memaksimalkan IC di UJ dapat tercapai.

4. Cara mengembangkan dimensi dan program dari Intellectual Capital Management

Cara yang diterapkan UJ untuk mengembangkan dimensi dan program dari ICM adalah dengan senantiasa melakukan evaluasi atas hasil yang telah dicapai dengan menggunakan KM Scorecard. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran secara detail mengenai pencapaian dari IC UJ. Hasil yang didapat dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai keberhasilan-keberhasilan yang telah dicapai maupun kegagalan-kegagalan yang dialami dalam penerapan ICM di UJ. Kegagalan-kegagalan yang dialami ini kemudian dievaluasi seputar penyebab kegagalannya dan dicarikan solusi yang tepat sehingga dapat dihindari pada masa yang akan datang.

5. Current conditon pada saat ini (model yang digunakan)

Model yang digunakan UJ untuk melakukan mapping elemen-elemen ICM adalah model “Skandia Intellectual Capital Value Scheme” yang digambarkan sebagai berikut :

Atas dasar mapping menggunakan skema diatas, metode Direct Intellectual Capital Method digunakan untuk mengidentifikasi komponen-komponen IC diukur dengan menggunakan KM Scorecard.

6. Tantangan yang dihadapi, faktor-faktor penghambat dan upaya yang dilakukan untuk mengatasi

Tantangan yang dihadapi UJ dan faktor yang menjadi penghambat dalam pelaksanaan maksimalisasi ICM adalah :

1.    Resistensi atas perubahan.

2.    Perbedaan multikultural yang kuat.

Upaya yang dilakukan UJ untuk mengatasi hal tersebut diatas adalah :

1.    Melakukan sosialisasi mengenai pentingnya ICM secara teratur kepada seluruh jajaran Universitas (baik mahasiswa, pegawai maupun pihak manajemen).

2.    Menanamkan konsep ICM kedalam budaya Universitas yang diharapkan dapat mengurangi resistensi atas perubahan dikarenakan sudah menjadi tradisi dan budaya yang mengakar di UJ.

3.    Memberlakukan teknik golden shakehands, dimana para karyawan yang tidak mau untuk berubah diberi penawaran untuk resign tetapi dengan diberikan penghargaan tertentu sesuai dengan masa kerja dan kinerja karyawan tersebut semasa kerja.

7. Lesson learn yang didapat dan best practice yang telah dicapai

Lesson learn dan best practice yang didapatkan dari penerapan ICM di UJ adalah sebagai berikut :

1.    Memasukkan ICM ke dalam salah satu tujuan strategis perusahaan.

2.    Menanamkan konsep ICM ke dalam budaya perusahaan.

8. Target pencapaian masa depan

Target UJ yang diharapkan dapat dicapai pada masa yang akan datang dengan adanya implementasi dari ICM ini antara lain sebagai berikut :

1.    Menjadi Universitas dengan tingkat Intellectual Capital yang tinggi.

2.    Menjadi Universitas unggulan dengan reputasi yang baik.

3.    Dapat memberikan keunggulan dalam hal teaching and learning.

4.    Dapat memberikan kontribusi dalam riset-riset internasional.

5.    Memastikan efisiensi dan efektifitas kinerja institusi.

9. Usulan berdasarkan dari konsep Intellectual Capital Management yang dibahas

Usulan yang dapat diberikan dalam konsep ICM diatas adalah sebagai berikut :

1.    Melakukan benchmarking terhadap Universitas-universitas lain di Afrika Selatan maupun mancanegara yang telah menerapkan ICM.

2.    Mengakomodasi best practice yang diterapkan oleh Universitas lain di lingkungan UJ tetapi dengan tetap menjunjung tinggi budaya dari UJ.

10. Hal lain yang penting untuk dikemukakan

UJ merupakan salah satu dari 6 Universitas komprehensif yang ada di Afrika Selatan. Universitas komprehensif merupakan istilah bagi Universitas yang menawarkan program akademis berupa program kejuruan/profesional dan program pendidikan konvensional.

Tags:

abstract

knowledge management (KM)adalah salah satu pendekatan utama yang digunakan untuk organizational improvement dimana proses spesifik dan praktek untuk mengidentifikasi, capturing dan acquiring, organizing dan preserving knowledge dan membuatnya bersedia untuk mentransfer, sharing, dan reuse keseluruh organisasi yang akan menggunakan. KM bisa membantu divisi R&D ( research and development ) untuk meningkatkan inovasi dengan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk menfasilitasi KM yang ada. Sampai saat ini variasi model dengan pendekatan yang berbeda untuk strategic posisioning adalah dengan menentukan posisi strategis dengan berbagai macam industry. Balanced score card salah satu model yang kuat untuk posisi yang strategis, menganalisa semua aspek organisasi secara merata. Didalam jurnal ini akan dibahas meningkatkan knowledge management methodology untuk meningkatkan KM didalam sebuah organisasi dengan menggunakan Balanced scored card (BSC)

Keyword : knowledge management metodolgy, balanced scored card

pendahuluan

Knowledge Management ini tidak hanya teknologi, ini berhubungan juga dengan people, proses dan practice. Tanpa tiga pilar utama knowledge Management tersebut, sangat mungkin KM akan gagal meskipun mempunyai arsitektur teknologi.

People sangat penting untuk membangun visi, komitmen, perubahan dan perspektif budaya. Organisasi membutuhkan orang atau grup yang mempunyai visi untuk memimpin knowledge Management inisiative. Visi bukan hanya berbicara tentang business drivers, tetapi berbicara juga tentang proses menjadi yang lebih baik lagi. Tidak semua initiative bisa diliat dengan jelas, sukses dan diadaptasi, komitmen adalah kunci sukses dari seluruh implementasi yang ada. Ini bisa jadi dating dari para executive management. Knowledge Management juga tentang perubahan di dalam proses dan culture (budaya). Ini berbicara tentang pembukaan dan daopsi dari orang – orang yang berhubungan dengan knowledge Management. Variasi budaya dengan organisasi, letak geografis, dan people. Suksesnya knowledge management adalah sangat bergantung pada budaya organisasi yang baik.

Process kebijakan yang mengatur seluruh aktifitas diseluruh perusahaan. Knowledge management adalah dimana perusahaan mengorganisir diri mereka untuk menciptakan value dari intelektual dan knowledge asset yang mereka miliki

Practice adalah platform yang prosesnya dirancang, implementasi dan diatur oleh people untuk organisasinya. Process di atur dan managed melalui beberapa periode waktu yang membuat pelatihan ini menjadi sangat sulit untuk diaopsi.

The knowledge management methodology framework terdiri dari 4 tahapan. Tahapan tersebut adalaj strategy, planning, execution dan improvement. Meskipun ada beberapa jenis methodology yang khas tetapi pasti punya langkah – langkah ini, hal ini sangat penting untuk mengerti dari setiap langkah knowledge management sebelum memulai inisiative yang baru.

Knowledge Management berbicara tentang menciptakan sebuah nilai / value, nilai dari sebuah knowledge assets. Knowledge adalah kumpulan informasi yang bisa menciptakan sebuah nilai yang baru. Value / nilai sangat subjective dan bergantung pada beberapa bisnis strategy. Satu bisnis strategy bisa menciptakan satu bisnis baru dari produk dan service atau menciptakan bisnis dari satu produk dan service yang baru. Strategy berfokus pada pasar dan core bisnis perusahaan. Sebagai contohnya, google bisnis utamanya berada pada web. Ini sangat penting bagi google untuk mengakumulasi knowledge dari kebiasaan user penggunanya dan bisa dilihat dari statistic traffic web tersebut. Google bisa merencanakan sebuah produk dan service berdasarkan pada knowledge. Bisnis strategy yang lain bisa menghemat biaya, meningkatkan prediktabilitas dan kualitas dengan meningkatkan produktifitas dan reuse. Strategy berfokus pada internal resources dan produktivitas dan pengetahuan reuse mereka. Sebagai contoh : Cisco akan mengurangi waktu belajar dan meningkatkan produktivitas dari seluruh karyawannya melalui reuse pengetahuan dasar yang sudah ada.

balanced scored card

Kaplan and Norton (1992)memperkenalkan balanced scoredcard sebagai alat bantu mengukur performa yang pertama. Sampai pada perubahan yang dilakukan pada bagian physical design, application dan design process yang digunakan untuk alat implementasi, yang bisa meningkatkan utilitas dari balanced scoredcard sebagai alat strategis management(Kaplan dan Norton. 2001). Tujuan akhir dari BSC ini untuk menyediakan KSF (key success factor) untuk manager dan menyelaraskan kinerja dengan seluruh strategi dari organisasi. Kaplan dan Norton mengklaim bahwa BSC bisa menyediakan para managers, alat organisasi terkemuka untuk pencapaian daya saing di masa depan(amaratungga dan baldri.2000) .

Brady beranggapan bahwa Balanced Scorecard sebagai system pengukur strategis bukan hanya mengukur pelaksanaan strategis, jadi BSC mengukur implementasi strategi juga merupakan system pengumpulan strategis(brady, 1993). Beberapa pelajar tahu BSC sebagai sistem manajemen kinerja strategis yang menerjemahkan tujuan strategis organisasi untuk mengukur kinerja yang terkait(bremster dan white, 2000). Tujuan dari BSC adalah untuk menerapkan tujuan organisasi dan visi mereka. Model ini menempatkan tujuan organisasi dan strategis dengan merubah sudut pandang tujuan organisasi kedalam key success factor didalam empat pandangan BSC, sebagai pusat pengontrolan system organisasi.

Four Perspectives of Balanced Score Card

BSC berdasarkan pada Kaplan dan Norton yang mempunyai empat ukuran prespektive, diamana hal tersebut digambarkan sebagai berikut:

Gambar 2 : BSC perspectives

1. Financial perspective

2. Customer perspective

3. Internal business proses perspective

4.      Learning and growth perspective

Untuk melihat suatu organisasi dalam keadaan sehat atau tida kita bisa menggunakan ke empat perspective diatas, yaitu

1. Financial perspective

Dari persperctive yang pertama ini kita bisa melihat sebuah organisasi akan sehat apabila dasar financial meraka juga akan baik, dan value dari perusahaan tersebut juga akan baik, dari sini berlanjut ke langkah selanjutnya yaitu dari customer perspective.

2. Customer perspective

Pada bagian ini bisa diliat dampak dari sisi customer nya apabila seperti diindonesia yang cenderung memiliki kebiasan yang tidak loyal terhadap suatu produk / barang tertentu hal ini tidak perlu terlalu dipusingkan, dan caranya bagaimana kita memastikan bahwa customer kita puas dengan barang yang kita akan jual. Tahap selanjutnya ke tahap selanjutnya

3. Internal business proses perspective

Didalam tahap ini harus dipastikan bahwa setiap proses didalam bisnis kita dalam keadaan baik dan sehat.

4.      Learning and growth perspective

Pada tahap terakhir ini kita haru melihat dari sisi kepuasan karyawan, di bagian R&D research harus terus dijalankan bagaimana caranya membuat customer kita puas dan organisasi bisa belajar dari pengalaman yang sudah ada.

Organisasi yang menggunakan model ini, menyesuaikan dengan proses mereka sendiri dan lingkungan, sehingga tidak ada keharusan dalam penerapan keempat perspektif BSC atau mereka bisa membubuhkan perspektif lain untuk BSC, sesuai dengan kebutuhan mereka.

BSC efektif digunakan dalam manufaktur, jasa dan organisasi pemerintah, Meskipun penggunaan BSC di sektor industri didokumentasikan dengan baik, dan penelitian sangat sedikit telah dilaporkan mengenai adaptasi atau penerapan BSC di sektor pendidikan. Amaratunga dan Baldry menggunakan BSC dalam pengukuran sektor pendidikan tinggi, kinerja, maka mereka membenarkan hubungan antara pengukuran kinerja dan kualitas kinerja berdasarkan model BSC. Delker (2003) mengembangkan model BSC untuk California State University, dalam tesisnya untuk mendapatkan Master of Business Administration Degree. Dalam tesis ini langkah-langkah BSC untuk penilaian universitas yang berevolusi dan dilaksanakan.

Cullen et al. (2003) mengusulkan penggunaan BSC dalam dukungan untuk menggarisbawahi inti dari manajemen kinerja bukan pengukuran kinerja, Sutherland (2000) melaporkan bahwa Sekolah Rossier Pendidikan di University of Southern California mengadopsi pendekatan balanced scorecard untuk menilai program akademik dan proses perencanaan.

Chen et al.(2006) dalam studi mereka, telah difokuskan pada penggunaan BSC untuk membentuk sistem penilaian kinerja Chin-Min Institut Teknologi (CMIT) Mereka memiliki. dikembangkan BSC sebagai alat manajemen strategis untuk Heis di Taiwan.

Umashankar and Dutta (2007) menggunakan konsep balanced scorecard dan membahas cara apa yang harus diterapkan pada program pendidikan tinggi / lembaga dalam konteks India.

Papenhausen and Einstein (2006) menggunakan BSC di fakultas Manajemen dari University of Massachusetts-Dartmouth. Tujuan dari mereka survei adalah untuk menunjukkan bagaimana pendekatan Balanced Scorecard, sistem manajemen kinerja, dapat diterapkan di sebuah perguruan tinggi bisnis.

Cullen et al. (2003) mengembangkan model BSC untuk Manajemen dan administrasi usaha Mid Ranking Universitas Inggris.

Tags:

Latar belakang dan sejarah singkat perusahaan

PT  Reasuransi  Nasional  Indonesia  atau  disingkat  NASIONAL RE  didirikan  pada  tanggal 22 Agustus 1994. Awal mulanya Perusahaan merupakan suatu Bagian, dan berkembang menjadi Divisi di PT Asuransi Kredit Indonesia (PT ASKRINDO) yaitu Divisi Reasuransi Kerugian yang bertindak sebagai Profesional Reinsurer. Sehingga pada kenyataannya usaha Reasuransi yang dijalankan oleh NASIONAL RE telah dimulai sejak tahun 1971, yaitu sejak PT ASKRINDO mendapat ijin menjalankan usaha Reasuransi Kerugian sebagai bisnis penunjang disamping Asuransi Kredit yang menjadi bisnis utamanya.

Didirikannya NASIONAL RE merupakan tindak lanjut atas dikeluarkannya Undang-Undang Perasuraransian No. 2 tahun 1992 yang diantaranya mengatur bahwa usaha asuransi tidak diperkenankan digabung dengan  usaha reasuransi profesional. Setelah itu,  sejak  tahun 1993  PT ASKRINDO mulai merintis usaha pemisahan bidang  usaha reasuransi ini menjadi perusahaan yang berdiri sendiri.

PT Reasuransi Nasional Indonesia resmi berdiri pada tanggal 22 Agustus 1994 sesuai Akte Notaris Sutjipto, SH No: 129 dan 130, dan ijin operasi dari Menteri Keuangan Republik Indonesia No.27/KMK.17/1995  tanggal 9 Januari 1995.

Selanjutnya pada tanggal 5 Oktober 2005 NASIONAL RE memulai usaha Reasuransi Syariah, hal ini dilakukan untuk menampung bisnis reasuransi dengan prinsip syariah, dimana sesuai ketentuan setiap perusahaan asuransi syariah harus menempatkan reasuransinya pada perusahaan reasuransi dengan prinsip syariah. Sampai dengan saat ini perusahaan telah berkembang dengan cukup pesat, dan pada tahun 2006 telah menerima penghargaan sebagai perusahaan reasuransi terbaik versi majalah Investor, disusul pada tahun 2008 sebagai unit reasuransi Syariah terbaik versi majalah Investor. Sebagai salah satu perusahaan reasuransi yang cukup terkemuka, Perusahaan telah memasarkan berbagai produk mulai dari Reasuransi Harta Benda, Kendaraan Bermotor, Rekayasa, Pengangkutan, Rangka Kapal,  Kredit, Surety Bond, Tanggung Gugat, Kecelakaan Diri, Aneka dan Reasuransi Jiwa, baik untuk Reasuransi Konvensional maupun Reasuransi Syariah.

Maksud Dan Tujuan  :

Tujuan dan kegiatan usaha perusahaan sebagaimana dinyatakan dalam akte pendiriannya, adalah sebagai berikut :

  1. Turut melaksanakan dan menunjang kebijaksanaan serta program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan nasional pada umumnya, khususnya di bidang reasuransi dalam arti seluas-luasnya.
  2. Untuk mencapai tujuan tersebut di atas, perseroan menyelenggarakan segala macam usaha reasuransi.
  3. Perseroan dapat pula menjalankan usaha-usaha yang sama dengan bidang usaha perseroan tersebut pada butir a dan b di atas, secara bersama-sama dengan perusahaan-perusahaan atau badan-badan lain sepanjang usaha-usaha tersebut tidak melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ketentuan-ketentuan dalam anggaran dasar

Visi dari Nasional Re :

Menjadi perusahaan reasuransi yang Tangguh (Strength), Terpercaya (Trust) dan Terus tumbuh (Growth)

Misi dari Nasional Re :

“Berperan aktif dalam meningkatkan kapasitas reasuransi nasional.”

Implementasi Organizational Value dari Knowledge Management di perusahaan

Organizational value yang diimplementasikan pada PT. Reasuransi Nasional Indonesia atau lebih dikenal dengan Nasional Re, berupa 8 hal :

1.      Berkualitas
Membangun SDM merupakan kunci pokok eksistensi dan kelanjutan perkembangan Perusahaan ke depan. Dengan SDM yang berkualitas; Perusahaan mampu menghadirkan kualitas produk dan pelayanan terbaik, serta memiliki komitmen yang tinggi untuk menjaga integritas dan moralitas usaha menuju Good Coporate Governance.

2.      Menguntungkan
Kepercayaan dan loyalitas stake holder terhadap Perusahaan akan menghasilkan manfaat yang saling menguntungkan, bukan hanya dinikmati oleh share holder, tetapi juga oleh pemegang polis, karyawan dan semua pihak yang berkepentingan terhadap Perusahaan.

3.      Idealisme
Senantiasa memelihara semangat dan nilai-nilai kejuangan bangsa dalam upaya meningkatkan martabat dan kesejahteraan bangsa melalui asuransi.

4.      Kebersamaan
Senantiasa memelihara dan meningkatkan nilai-nilai nasionalisme dan kejuangan dengan semangat kebersamaan menghadapi era globalisasi, melalui upaya sinergi dan optimalisasi manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

5.      Profesionalisme
Memiliki kemampuan mengelola bisnis asuransi umum secara profesional, dengan dukungan SDM yang berwawasan dan berpengetahuan luas, didukung dengan keterampilan tinggi serta senantiasa memberikan pelayanan prima kepada nasabah.

Strategi yang dipakai untuk memaksimalkan Organizational Value

Dlam mencapai tujuan dan memaksimalkan organizational value Nasional Re melakukan riset dan analisa yang bisa memaksimalkan organizational value mereka. Menjadi 3 tahapan, yaitu :

1.      Sharing knowledge lebih ditingkatkan, sehingga membuat seluruh element perushaan bisa saling belajar

2.      Membuat inventory knowledge

3.      Mengaplikasikan knowledge yang ada diperusahaan

Cara mengembangkan dimensi dan program dari Organizational Value

Membuat sebuah repository content KM sehingga membuat seluruh element perushaan bis saling share knowledge, dan lebih meningkatkan performa para staff yang ada,

Current conditon pada saat ini (model yang digunakan)

Karena tidak adanya sharing knowledge yang digunakan, dan tidak dibuat dengan baik sebuah knowledge menagament. Sehingga perusahaan sekarang masih sulit berkembang

Tantangan yang dihadapi, faktor-faktor penghambat dan upaya yang dilakukan untuk mengatasi

Tantangan yang dihadapi Nasional Re dan faktor yang menjadi penghambat dalam upaya pelaksanaan Organizational Value adalah :

1.      Sharing knowledge tidak berjalan dengan maksimal

2.      Banyak karyawan masih belum memahami organizational value perusahaan

3.      Perusahaan kurang aktif dalam memberikan  motivasi dan tidak merata

Upaya yang dilakukan Nasional Re untuk mengatasi tantangan diatas adalah :

1.    Perlu adanya reward untuk membuat karyawan saling sharing knowledge

2.    Memberi pemahaman terhadap karyawan baru tentang organizational value yang ada di perusahaan ini.

3.    Nasional Re lebih aktif dan merata dalam memberikan seminar motivasi / gathering terhadap seluruh lapisan karyawan. Sehingga memupuk nilai – nilai organisasi dengan sendirinya

Lesson learn yang didapat dan best practice yang telah dicapai

Lesson learn yang didapat dan best practice yang telah dicapai dari penerapan Organizational Value bagi Nasional Re adalah :

1.      Pentingnya menentukan suatu value  dalam sebuah organisasi agar dapat mengetahui kemana organisasi akan berjalan.

2.      Semangat kekeluargaan, dan keharmonisan yang akrab didalam lingkungan nasional Re

Target pencapaian masa depan

Target yang diharapkan dapat dicapai di masa yang akan datang pada nasional Re akan terjalin solidaritas yang tinggi antar karyawan di semua level sehingga membuat perusahaan semakin besar dan bisa mengembangkan diri menjadi lebih baik lagi

Usulan berdasarkan dari konsep Organizational Value yang dibahas

Usulan yang dapat diberikan dalam konsep Organizational Value diatas adalah sebagai berikut :

1.      Membuat mindset baru terhadap para karyawan bahwa sharing knowledge itu baik

2.      Menanamkan nilai – nilai organisasi yang ada diperusahaan sehingga karyawan lebih mengerti nilai – nilai organisasi yang ada

Hal lain yang penting untuk dikemukakan

Value organization sangat penting bagi sebuah perusahaan, karena hal ini bisa menjadi identitas bagi perusahaan tersebut, dan bisa meningkatkan value dari perusahaan apabila berhasil dalam menerapkan knowledge management yang baik

Tags:

Bagaimana Perusahaan Melihat Kebutuhan IT Investasi Meraka

Posted in: bahan study by arisandyaji on August 31, 2010

IT Value Chain Management

Bagaimana Perusahaan Melihat Kebutuhan IT Investasi Meraka

ARISANDY PURNAMA AJI

0932201674

02MAM

BINUS UNIVERSITY

FAKULTAS ILMU KOMPUTER

JURUSAN MAGISTER MANAJEMEN SISTEM INFORMASI

JAKARTA

2010


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

information technology (IT) berubah secara dramatis di tahun 2001, dimana kebutuhan IT yg meningkat berubah menjadi sangat hemat didalam investasi di bidang IT. menuju pada periode ini terjadi pembelanjaan IT – pendanaan teknologi dan gelombang investasi yang dipicu menjelang tahuqn 2000 dimana masalah IT bermunculan dan ekonomi baru berdasarkan internet.

di tahun 2000, modal belanja untuk komputer, hardware dan jaringan saja sudah melebihi investasi yang dilakukan di setiap sektor ekonomi lainnya. Lebih buruk lagi, setiap dolar yang dihabiskan untuk aset TI ini biasanya membutuhkan lagi $ 4 dalam biaya tenaga kerja untuk mengelola, dukungan, dan memelihara teknologi. Ini berarti bahwa belanja TI mencapai lebih dari $ 2 triliun di seluruh dunia pada tahun 2000, dua kali total seluruh keuntungan perusahaan.

Gambar.1 – According to the Statistical Abstracts of the United States, Table 906, spending on IT in the US in 1999

Sangat mengejutkan mendengar bahwa teknologi valuation ini bukan hanya sebagai science tetapi juga art. Alasan ini mungkin menjadi beberapa atribut / faktor yang bisa diikuti. Pertama, teknologi ini tida terlihat nyata / tida bisa dihitung. Ini sering terlihat dalam pengetahuan manusia atau di dalam phisikal aset dan sangat sulit untuk mengidentifikasi konten yg tepat dan batasan yg jelas. Kedua, value ekonomi teknologi adalah efek dari berbagai macam non teknikal faktor dan menyadari hanya telah dijual kepasar(tipping et al., 1995)

1.2. Ruang Lingkup

Paper ini akan membahas tentang cara sebuah perusahaan untuk melihat investasi IT yang harus dilakukan.

1.3. Tujuan dan Manfaat

Paper ini bertujuan untuk memaparkan kebutuhan dari sebuah perusahaan terhadap IT. Adapun manfaat yang dapat diperoleh adalah kita bisa melihat kebutuhan IT terhadap perusahaan.

1.4. Metodologi

Metode yang digunakan dalam pembuatan paper ini adalah menggunakan studi kepustakaan.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Peranan IT

Pentingnya dukungan teknologi informasi (TI) bagi kelancaran bisnis suatu organsisasi atau perusahaan sudah merupakan hal yang biasa dan dipahami setiap orang. Terkadang ada beberapa orang berfikiran seberapa kritis perusahaan berfikir tentang ITnya pada saat ini. Karena tidak semua perushaaan merasa perlu untuk melakukan perubahan mendasar atau menambah investasi di bidang IT. Hal ini bisa dipahami karena banyaknya perusahaan yang sukses operasionalnya tidak mengandalkan pada pemanfaatan secara optimal ITnya. Sebaliknya sektor usaha yang faktor kunci suksesnya ditentukan sebagian besar oleh IT merasa perlu untuk selalu meninjau ulang strategi itnya sebagai bahan strategi perusahaan secara keseluruhan. Sebagai contoh, pada saat ini industri jasa keuangan : perbankan, asuransi, sekuritas, merupakan industru yang sangat tergantung pada IT. Kita bsa bayangkan bagaimana sebuah bank yang sudah punya layanan TM diseluruh nusantara bisa beroperasi dengan baik kalau infrastruktur sistem informasinya terganggu untuk wktu yang cukup lama, atau dapat pula dikatakan bahwa bagi industri perbankan, keberadaan IT sudah merupakan darah bagi kehidupan operasionalnya.

Sebaliknya, kita juga harus melihat kenyataan bahwa sekalipun sudah besar dan berskala nasional, namun karena karakter bisnis maupun sifat produknya yang tidak banyakmemerlukan keterlibatan IT, maka kelompok usaha semacam ini belum merasa perlu untukberpikir ulang terhadap strategi pemanfaatan IT sebagai bagian dari strategi perusahaan.Perusahaan manufaktur padat karya semacam pabrik rokok, tekstil, dan properti merupakan contoh industri yang kurang kritis dalam memutuskan perlu tidaknya menetapkan strategy pemanfaatan IT. Bagi perusahaan kelompok ini, IT masih sering dianggap sebagai pelengkap (asesories) belum menjadi darah sebagai mana kelompok pertama di atas.

Di antara dua kelompok di atas, ada satu kelompok lagi yang mulai mengarah kepada pemanfaatan IT secara intensif, tidak saja digunakan untuk membantu sistem informasi manajemen, namun juga pada upaya efisiensi produksi dan operasional perusahaan. Pemanfaatan ERP dan aplikasi – aplikasi Real Time Production Information Systems yang digunakan untuk dan mengendalikan peralatan produksi di banyak perusahaan manufaktur menunjukkan adanya itikad meningkatkan efisiensi produksi.

2.2. Menentukan Kebutuhan Yang Tepat Untuk Investasi IT

patokan atau ukuran untuk menentukan bahwa sebuah perusahaan membutuhkan IT, yang haus dilakukan pertama kali adalah, jika secara horizontal manajemen mulai menyadari bahwa kinerja perusahaan jauh tertinggal dengan perusahaan sejenisnya, sementara setelah dilakukan uji kedalam, kondisi – kondisi (1) dimana sebagian proses operasionalnya (produksi, pemasaran, keuangan, dll) sudah bersifat repetitif; (2) kinerja perusahaan tidak dapat ditingkatkan lagi output ya dengan penambahan input manusia; (3) marginal cost cenderung meningkat sementara marginal revenue tetap/flat. atau karakter perusahaan yang tidak dapat beroperasi bila tidak ada peralatan IT. perusahaan yang tergolong dalam kelompok ini misalnya: internet service provider (ISP), pengembang aplikasi software, perusahaan jaringan dna jasa telekomunikasi, perbankan PLN dan penerbangan.

2.3. Kapan Waktu Yang Tepat Untuk Investasi IT

Langkah langkah yang bisa dilakukan sebuah perusahaan sebelum melakukan investasi / implementasi IT, dengan cara menentukan sasaran dan tingkat kebutuhan. Hal pertama yang perlu diperhatikan ketika perusahaan bermaksud menambah investasinya untuk peralatan IT adalah dengan menjawab pertanyaan apakah IT nantinya akan berperan sebagai darah yang harus ada dan menghidupi perusahaan, atau hanya sebagai pelengkap yang mempercantik ” wajah” perusahaan, dengan kata lain, tidak ada IT,pun perusahaan dapat tetap beroperasi dengan baik. Untuk menjawab pertanyaan ini dengan baik, tentunya manajemen harus terlebih dahulu memahami dengan benar karakteristik bisnisnya, lingkungan usaha dan sasaran pengembangan perusahaan kedepan.

Selanjutnya, menentukan ruang lingkup(scope), kompleksitas, dan tentu saja jenis peralatan serta besaran investasi yang akan ditanamkan. Ruang lingkup tidak hanya pada desain aplikasi dan sistem informasi yang akan dibangun, tetapi termasuk juga perubahan struktur, dan tata laksana organisasi yang harus disesuaikan sedemikian rupa sejalan dengan investasi IT. Banyak perusahaan yang ketika memutuskan untuk investasi IT, tidak memperhatikan hal ini. Sementara IT akan menjadi darah bagi operasional perusahaan, sehingga yang muncul adalah adanya kesan bagian sistem informasi dan peralatan IT,nya sebagai pelengkap saja, bukan bagian strategis dari rantai nilai yang hendak diserahkan kepada pelanggan.

Jika ruang lingkup, detail desain sistem informasi, dna tahapan implementasi sudah disepakati, langkah berikutnya adalah menetapkan ukuran keberhasilan/kegagalan dari investasi IT tersebut secara kuantitatif, bukan secara kualitatif sebagaimana sering dilakukan pada saat ini. Sasaran keberhasilan setelah adanya investasi IT harus ditetapkan. Demikian pula perlu ditetapkan apakah operasional dari investasi ini akan dipisah dari aktifitas perusahaan dalam suatu sub dengan account tersendiri atau tetap sebagai bagian/divisi dari perusahaan. Pemisahan ini perlu untuk mengetahui efisiensi dan efektivitas investasi IT. Kelemahan mendasar pada perusahaan yang tidak memisahkan divisi IT seringkali berpangkal pada tidak disediakannya account (cost center) khusus yang digunakan untuk mencatat biaya dan kontribusi revenue yang terjadi dari investasi IT ini.

Khusus mengenai tahapan implementasi, hal yang seringkali luput dari perhatian manajemen adalah model – model implementasi akan mempengaruhi tingkat keberhasilan dari investasi IT itu sendiri. Sering kali terjadi, akibat dari rendahnya kualitas perencanaan ketika memasuki tahap implementasi terjadi perubahan – perubahan pada berbagai hal. Sayangnya, ketika merubah – karena disesuaikan dengan kondisi lapangan – perubahan ini tidak didokumentasikan dengan baik, atau manajemen tidak lagi menghitung dengan cermat dampak yang akan muncul dari perubahan yang dilakukan, sementara top manajemen masih menggunakan acuan lama sebelum dirubah. Ketika terjadi kinerja yang tidak sesuai dengan rencana semula, maka wajar saja jika top manajemen menyalahkan bawahan yang bertanggung jawab, atau menyalahkan IT itu sendiri

2.4. Bagaimana Cara Menghitung ROI (Return On Investment)

Return on investment (ROI) imbalan/ pengembalian sejumlah nilai uang yang dapat dihasilkan nanti atas kegiatan pengorbanan sejumlah nilai uang tertentu saat ini dalam suatu kegiatan. Dalam hal ini return yang dimaksud dapat dengan mudah dikenali, dapat berupa dividen, profit dan dihitung dalam persen untuk setiap kegiatan investasi. Return On Investment bisa dinilai dalam IT dan hanya bersifat dari return yang diharapkan dari investasi IT tidak mudah diidentifikasi. Investasi TI seperti implementasi ERP, e-business solution, knowleage management solution, Custumer Relationship Management memerlukan investasi software, hardware, konsultansi, pelatihan dan infrastruktur komunikasi. Sehingga sangat sulit membuat kaitan antara investasi secara spesifik terhadap benefit yang diperoleh.

Pendapat Michael E. Porter mengatakan bahwa investasi di TI memberikan keunggulan bersaing bagi perusahaan, karena investasi TI yang melekat dalam rangkai nilai (value chain) perusahaan potensial untuk menciptakan keunggulan bersaing.

Tujuan dari perusahaan adopsi IT :

  • Operational Efectiveness yang diartikan dapat melakukan aktivitas yang sama lebih baik dari pesaing dan
  • Strategic positioning yang diartikan dapat melakukan kegiatan yang berbeda atau melakukan kegiatan yang sama dengan cara yang berbeda

Tahapan Penetapan ROI

  1. Mengenali dan mengidentifikasi inefisiensi sistem saat ini. Misalnya: Jam kerja tinggi untuk pekerjaan sederhana, duplikasi pekerjaan, jam supervisi tinggi, laporan tidak reliable, masalah skalabilitas dan sebagainya.
  2. Definisikan kebutuhan proses bisnis. Nyatakan dengan jelas kebutuhan bisnis masa datang dan lakukan pencocokan proses bisnis dengan solusi TI.
  3. Lakukan penilaian kualitatif melalui survey / kuesioner. Benefit secara keseluruhan dibuat berbentuk feedback rating matrix yang dapat terdiri dari parameter efisiensi yang diharapkan dalam proses internal, customer relationship management dan good governance.
  4. Lakukan penilaian kuantitatif melalui collective forecasting. Setiap benefit dikuantifisir melalui proses estimasi / measurement ratio. Sebagai contoh: dalam kasus solusi CRM estimasi peningkatan dalam layanan customer dapat diukur

Secara teoritis, dan dengan pendekatan sederhana, bandingkan saja ROI sebelum dan sesudah implementasi IT, selisihnya adalah ROI karena ada investasi IT. Permasalahannya menjadi tidak sederhana karena :

  1. Adanya ketidak jelasan divisi IT, ada yang menempatkan sebagai cost center, atau revenue center, atau profit center, dan ada pula yang menganggapnya sebagai investment center.
  2. Perbedaan perlakuan terhadap investasi IT dan organisasi pengelolanya berimplikasi terhadap : penting tidaknya perlu dihitung ROI, proporsi pengitungan biaya atau pendapatan yang dihasilkan oleh divisi IT relatif terhadap laporan keuangan perusahaan.
  3. Ketika IT sudah menjadi bagian integral dari operasional perusahaan, terjadi kesulitan untuk memisahkan proporsi penentu biaya ( cost driver ) mana yang dari IT, dan mana yang dari lainnya. Hal ini terutama dirasakan pada perusahaan yang menerapkan cost-based pricing.

Jika sejak awal (tahap perencanaan) dan seterusnya hingga operasional, semua biaya (investasi dan operasional) dan pendapatan dipisahkan dari akun lainnya, serta ada prosedur pemisahan biaya dari suatu layanan atau produk dimana didalamnya terdapat unsur IT, maka penghitungan ROI IT menjadi mudah. Sayangnya untuk menjalankan strategi semacam ini diperlukan tambahan pekerjaan yang luar biasa susahnya, sehingga ada atau tidaknya ROI IT bukan menjadi perhatian utama.

ROI menjadi strategi perusahaan memilih investasi teknologi security apa yang ingin digunakan secara optimal untuk memproteksi sistem informasi perusahaan. Perusahaan harus mampu menghitung perkiraan biaya yang dikeluarkan serta berapa lama nilai investasi itu kembali. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung ROI, yaitu:


BAB III

Penutup

3.1. Simpulan

Dalam menentukan bagaimana sebuah perusahaan melihat kebutuhan IT mereka, yang harus kita lihat pertama kali adalah :

  1. Apakah manajemen menyadari bahwa kinerja perusahaan jauh tertinggal dengan kompetitornya ?
  2. Atau melihat karakter perusahaan yang tidak bisa beroperasi tanpa dukungan dan bantuan dari hardware dan software IT.
  3. Dan pada saat apa perusahaan harus berani investasi di bidang IT

3.2. Saran

Saran yang bisa diterapkan apabila ingin menerapkan kebutuhan IT didalam perusahaan :

  1. Adanya kebutuhan IT dari semua element yang ada didalam perusahaan tersebut.
  2. Perusahaan bukan lagi menempatkan IT sebagai “pemanis” atau support dalam mendukung proses bisnisnya tetapi menjadi core bisnis perusahaan tersebut.
  3. Perusahaan bisa menggunakan informasi dengan sebaik mungkin agar dapat digunakan untuk menunjang proses bisnis perusahaan

DAFTAR PUSTAKA

Dray, S., Karat, C.M.,  Rosenberg, D., Siegel, D.  & Wixon, D.. (2005, 04) Panels: Is ROI an effective approach for persuading decision-makers of the value of user-centered design?. CHI ’05 extended abstracts on Human factors in computing systems.

Hallett, Tony. “For productive staff, IT ROI is key.” Silicon.com, November 29, 2002.

Hamblen, Matt. “In search of ROI measurements.” Computerworld, March 25, 2002.

Tags:

Ketika Juragan Rokok Membangun Sistem TI

Posted in: article,bahan study by arisandyaji on August 29, 2010

Ketika Juragan Rokok Membangun Sistem TI

Posted By admin On January 8, 2004 @ 12:00 am In Business Update

Zentha Windrardini sempat merasakan betapa berat pekerjaannya sebagai Kepala Departemen Logistik PT HM Sampoerna (HMS). Ini lantaran beberapa rutinitas kerja harian yang selalu dilakukannya bersama anak buahnya — salah satunya meng-update dan mengonsolidasi data harian ? sungguh merepotkan. Maklum, data harian biasanya baru diterima di akhir hari kerja. Selain itu, dikatakan Zentha, “Prosesnya cukup njelimet lantaran data yang harus dikonsolidasi demikian banyak.”

Data yang banyak itu pun mesti dikonsolidasikan dengan program berbasis FoxPro lewat input manual satu per satu. “Bisa dibayangkan repotnya kalau jumlah data itu mencapai ribuan,” tambahnya. Tak heran, Zentha bersama anak buahnya harus rela lembur hingga tengah malam sekadar menyelesaikan laporan data produksi tersebut.

Itu cerita lama. Zentha pun tak perlu lagi kewalahan menangani tanggung jawabnya itu. Harap maklum, kini proses update dan konsolidasi data bisa dilakukan lebih cepat lantaran semua departemen — termasuk Departemen Logistik — di lingkungan HMS sudah difasilitasi sistem teknologi Informasi (TI) yang jauh lebih maju.

Peletakan fondasi sistem TI yang lebih maju ini sebenarnya dimulai sejak 1992. Waktu itu, HMS mengevaluasi sistem lamanya. Selanjutnya, pada 1993-94, HMS melakukan inventarisasi dan konsolidasi berbagai unsur TI yang diperlukan. Setahun kemudian, 1995, dilakukan peralihan dari pola local area network ke wide area network.

Aplikasi bisnis korporat menjadi fokus perhatian berikutnya. Maka, pada 1996, mulai dilakukan studi terhadap fitur-fitur software yang dianggap sesuai dengan kebutuhan operasional HMS. Internet, buku kuning dan brosur-brosur, digunakan untuk menjaring vendor software yang dianggap sanggup memenuhi permintaan HMS.

Setelah melewati pencarian, beberapa vendor yang dianggap mumpuni diundang ke HMS untuk mempresentasikan keunggulan produk masing-masing. “Setelah kami lakukan proses skrining sekitar 6 bulan, dengan melihat fungsionalitasnya, tiga penyedia aplikasi masuk dalam short list, termasuk Oracle dan BPCS,” ungkap Kris Darwin, Kepala Solusi Bisnis HMS.

Untuk memilih pemenang, HMS menyaring melalui aspek teknis operasional, fungsionalitas, track record sang vendor, serta local support-nya. Harapannya, sang pemenang tidak hanya men-support sistem TI HMS dalam jangka pendek, tapi juga jangka panjang. ?Dari proses ini, akhirnya kami putuskan menggunakan aplikasi ERP (enterprise resource planning) Oracle,” kata Kris.

Sayangnya, Kris tidak bersedia membeberkan total investasi TI yang dibenamkan hingga saat ini, termasuk biaya untuk implementasi ERP. Ia hanya menyebutkan, dari total investasi TI yang dianggarkan, 80%-nya diserap untuk menghadirkan aplikasi ERP.

Itu pun, tidak semua keinginan (termasuk fitur-fitur yang dibutuhkan) HMS mampu diakomodasi aplikasi Oracle. “Karena itu, 20% fitur yang tidak tersedia tapi dibutuhkan HMS terpaksa kami kembangkan sendiri,” ujar Kris.

Adapun sekitar 20% dari biaya investasi dialokasikan untuk pengadaan peranti keras, dari server, personal computer (CPU dan monitor), sampai infrastruktur jaringan (kabel, hub/switch, router, dan lain-lain). Nah, untuk vendor peranti keras ini, yang dipakai beragam: HP, Cisco, dan sebagainya. Menurut Kris, ini dilakukan agar HMS tidak tergantung pada satu vendor dan memperoleh harga paling kompetitif.

Dalam proses implementasinya, tidak semua modul ERP digarap bersamaan. Menurut Kris, pihaknya khawatir bila diterapkan bersamaan, yang muncul bukannya efisiensi dan penerimaan dari para user, tapi malah penolakan. “Sebab, implementasi TI itu kan berkaitan dengan perubahan kultur perusahaan,” katanya.

Maka, pada tahap awal (1997), HMS hanya mengimplementasikan modul Finance. Tujuan sampingnya, mendeteksi respons user dan melokalisasi penolakan bila terjadi agar tidak sampai mengganggu aktivitas HMS secara keseluruhan. Nyatanya, meskipun telah melalui proses pelatihan, penolakan dari sebagian user memang benar terjadi. “Tapi, setelah kami melakukan komunikasi intensif dibantu konsultan, masalah tersebut perlahan-lahan berhasil kami atasi,” Kris menuturkan.

Sukses implementasi modul tersebut kemudian ditindaklanjuti dengan penerapan modul lain pada tahun yang sama, yakni pengembangan SDM dan manufakturing (termasuk aplikasi/fitur Warehousing, Inventory dan Ordering). Namun, memasuki 1998, rencana implementasi modul lainnya sempat terhenti. Penyebabnya, krismon. HMS, seperti perusahaan besar lain di Tanah Air, ikut merasakan tamparannya, sehingga terpaksa menghentikan beberapa program investasi, termasuk di bidang TI.

Memasuki tahun 2000, begitu kondisi ekonomi Indonesia mulai kelihatan pulih, proyek ini dilanjutkan. Modul Costing pun diimplementasikan. Dilanjutkan pada 2002 dengan penerapan modul Planning (dari material hingga finished goods). “Implementasi kami baru bisa dikatakan mapan sejak 2002,” ujar Kris.

Menurut eksekutif yang pernah berkarier di DHL Indonesia itu, tatkala semua sistem di tubuh HMS sudah terintegrasi, ada banyak keuntungan yang bisa diraih. Ia mencontohkan, dulu untuk membuat rokok dibutuhkan resep tertentu. Katakanlah berisi A, B dan C. Pada waktu tertentu, karena mengikuti perubahan permintaan pasar, isi resep diubah. Bagian produksi pun melakukan perubahan berdasarkan memo bagian pengembangan. Sementara itu, bagian keuangan menghitung dampak perubahan isi resep terhadap biaya produksi. Katakanlah, hasil penghitungan ternyata menunjukkan ketidakcocokan biaya produksi, maka bagian keuangan langsung menulis memo untuk menghentikan produksi. Akibatnya, rokok yang sudah diproduksi tidak dipasarkan. Dan, berubah menjadi beban. “Inilah yang sering terjadi (sebelumnya),” kata Kris.

Ia melanjutkan, sering juga terjadi, proses produksi menunggu memo bagian keuangan, sehingga bagian produksi berada dalam kondisi off (tak beroperasi). Padahal, beban penyusutan atas mesin dan tenaga kerja, terus berjalan. Dengan begitu, proses operasional menjadi tidak efisien. “Tapi, dengan sistem terintegrasi, hal itu bisa dihindari. Karena komunikasi data dapat dilakukan seketika, dan kalau terjadi ketidakcocokan bisa langsung dikoordinasikan dengan cepat,” ia menjelaskan.

Contoh manfaat lainnya, dalam proses approval. Katakanlah, seorang staf membutuhkan komputer baru, karena yang lama sudah tidak memenuhi syarat. Yang dilakukan si staf tinggal mengajukan permintaan via jaringan elektronik. Sang pimpinan langsung, di mana pun dia berada, dapat mengecek via jaringan elektronik, dikoordinasikan dengan bagian TI. “Dulu kan tidak. Kalau pimpinan tidak ada di tempat, proses approval otomatis akan terhenti,” ujar Kris.

Ringkasnya, semua bagian atau departemen di lingkungan HMS saat ini bisa merasakan dampak positif implementasi TI. Manfaatnya, berupa kecepatan, akurasi, dan kontrol atas keamanan data. ?Ujung-ujungnya, ini juga terasa dalam hal pengambilan keputusan investasi,? kata Kris. Misalnya, bagian produksi mengusulkan penambahan mesin baru guna mengimbangi permintaan pasar yang terus meningkat. Dulu, karena tidak bisa mengetahui secara seketika ada-tidaknya idle capacity, keputusan manajemen tidak bisa langsung diterbitkan. Sekarang, di mana pun dan kapan pun, manajemen dapat lebih cepat mengambil keputusan, karena semua data yang dibutuhkan dapat diketahui seketika.

Enaknya, seperti diakui Kris, dalam membangun sistem TI di perusahaan sekelas HMS, pihaknya tidak melakukan sendiri, tapi dibantu vendor dan konsultan TI. Manajemen tinggal memantau apakah proses pembangunan itu tepat waktu dan tepat anggaran. Toh, ia mengakui, hal tersulit adalah proses implementasinya di lapangan. Menurutnya, itu pula yang membuat HMS membutuhkan waktu sekitar tiga tahun untuk mengimplementasikan modul-modul TI hingga berada dalam posisi mapan seperti sekarang. “Bohong besar jika dikatakan ada perusahaan yang bisa langsung mapan sistem TI-nya hanya dalam waktu 6 bulan implementasi,” ujarnya.

Meski mengaku sudah cukup lumayan, Kris mengatakan, sistem TI di HMS akan dikembangkan secara lebih baik lagi. Untuk menunjang pengembangan ini, Divisi TI HMS akan dipisah dari sang induk menjadi perusahaan tersendiri.

Selama ini, urusan TI berada di bawah Divisi Sistem Informasi Manajemen (SIM). Beragam aspek TI dikelolanya, dari infrastruktur jaringan, kegiatan operasional, aplikasi, hingga pengadaan peranti TI. Divisi SIM HMS memiliki empat departemen — masing-masing dipimpin seorang manajer — yang mengatur serangkaian fungsi organisasi TI, yakni Departemen Operasional TI dan Layanan Pelanggan, Departemen Sistem Informasi, Departemen Layanan Groupware dan Departemen Logistik TI. Dengan dijadikannya Divisi TI sebagai perusahaan tersendiri, menurut Kris, nantinya HMS tidak lagi direpotkan urusan TI, sehingga bisa fokus pada bisnis intinya sebagai produsen rokok.

1. Apa bisnis utama organisasi? dan berikan profil singkat organisasi!

Jawab :

Bisnis utama dari organisasi ini adalah menjual rokok kretek linting tangan

Sejarah perusahaan dan profil singkat organisasi ini adalah sebagai berikut, PT HM Sampoerna Tbk dimulai pada tahun 1913 oleh Liem Seeng Tee, seorang imigran asal cina. Ia mulai membuat dan menjual rokok kretek linting tangan di rumaunya di surabaya, indonesia. Perusahaan kecilnya tersebut merupakan salah satu perusahaan pertama yang memproduksi dan memasarkan rokok kretek dan rokok putih secara komersial. Karena semakin berkembang Liem Seeng Tee, mengganti nama keluargadan perusahaannya menjadi Sampoerna.

Kemudian pada masa perang dunia II dan penjajahan jepang, Liem Seeng Tee ditahan dan usahanya ditutup oleh penjajah. Tetapi setelah perang berakhir, ia dibebaskan dan memulai usahanya kembali, kemudian ia wafat dan setelah 3 tahun kematiannya perusahaan ini terancam bangkrut. Kemudian pada tahun tersebut Aga Sampoerna ( putra kedua Liem Sieng Tee) mengambil alih dan menjalankan perusahaan ini dan berhasil membangunnya kembali.

Kemudian pada tahun 1978 PT HM Sampoerna menjadi perseroan publik dengan struktur perseroan modern dan memluai masa investasi dan ekspansi. Dan dalam perkembangannya perusahaan ini berhasil memperkuat posisinya sebagai salah satu produsen rokok kretek terkemuka di Indonesia.

Kemudian pada bulan mei 2005, PT. Philip Morris Indonesia ( anak perusahaan Philip Morris International Inc.) mengakuisisi mayoritas kepemilikan PT. HM Sampoerna

2. Apa yang menjadi permasalahan atau business objective atau strategi organisasi yang ingin diselesaikan/dicapai?

Jawab :

Yang menjadi permasalahan atau business objective atau strategi organisasi adalah sistem yang tidak terintegrasi dengan baik sehingga menyulitkan operator dalam mengupdate dan mengkonsolidasi data setiap hari. Karena biasanya data baru bisa diterima di akhir jam kerja setelah proses produksi selesai. Dan prosesnya pun cukup sulit lantaran data yangdihasilkan tidak sedikit sehingga membuat para operator harus rela lembur hingga larut malam sekedar menyelesaikan laporan data produksi

3. Analisa Strenght, Weakness, Opportunities and Threats (SWOT)

SWOT dari PT. HM Sampoerna, dapat diuraikan sebagai berikut :

  • Strenght

Setiap perusahaan harus mengetahui kekuatan yang dimiliki dan dapat membandingkan kekuatan tersebut dengan kekuatan para pesaing dan selalu menilai kekuatan itu secara berkala.

Dalam kasus pada PT. HM Sampoerna kekuatan yang dimilikinya adalah :

  1. Kualitas Bahan Baku.
  2. Menguasai pasar
  3. Kredibilitas Perusahaan
  4. Budaya Perusahaan.
  5. Nilai capital yang besar
  • Weakness

Kelemahan atau masalah yang dihadapi oleh perusahaan kadang bisa membuat gagalnya suatu rencana bisnis dan bukan karena masing – masing bagian tidak memiliki kekuatan yang dibutuhkan, melainkan bagian – bagian tersebut tidak bekerja sama sebagai suatu tim.

Dalam kasus pada PT. HM Sampoerna Weakness yang dimilikinya adalah :

  1. Harga yang cukup mahal
  2. Kurang diminatinya produk rokok SKM mild di Internasional
  3. Membutuhkan modal besar untuk event.
  4. Lambatnya pertumbuhan rokok Avolution
  • Opportunities

Peluang penjualan adalah suatu kebutuhan dimana perusahaan dapat bergerak dengan memperoleh laba. Peluang dapat dicatat dan dipilih menurut daya tariknya dan kemungkinan berhasilnya.

Dalam kasus pada PT. HM Sampoerna Opportunities yang dimilikinya adalah :

  1. Masuknya Philip Morris sebagai mitra bisnis Masuknya Philip Morris yang notabenenya termasuk perusahaan rokok besar dunia, memudahkan sampoerna untuk mengekspansi bisnisnya ke International melalui bantuan perusahaan Philip Morris.
  2. Trend pasar positif untuk rokok Low Tar Low Nicotine (LTLN) di Indonesia
  3. Perlu diketahui lagi bahwa rokok akan menyebabkan kecanduan dan kecanduan tersebut tidak hanya karena rokoknya tetapi juga karena rasa yang diberikan oleh rokok tersebut, kecanduan tersebut membuat seseorang tidak bias pindah ke produk lain. Dilihat dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa perokok telah menjadi menyumbang laba tetap untuk perusahan rokok. Meningkatnya jumlah anak muda yang merokok dan banyak strategi yang diluncurkan produsen LTLN untuk menarik para anak muda dengan event music menyebabkan banyaknya anak muda yang menggemari rokok LTLN, memberikan angin perubahan untuk industry rokok dimasa mendatang karena anak muda yang merokok LTLN saat ini tidak bias pindah ke merk lain dikarenakan dia sudah candu dari rasa yang diberikan rokok tersebut. Tingginya kesadaran kesehatan masyarakat dan gaya hidup yang menganggap rokok LTLN lebih keren memungkinkan perubahan trend pada industry rokok.
  4. Banyaknya spot yang terdapat pada event untuk mempromosikan produk baru
  5. Banyaknya event yang diadakan sampoerna menjadi kesempatan bagi sampoerna untuk mempromosikan produk baru tanpa dipungut biaya advertising. Dengan banyaknya event, akan meningkatkan brand awareness yang dimiliki produk tersbut sehingga memudahkan produk itu dikenal dan diingat customer.
  6. Kemungkinan produk baru
  • Threats

Sebagian perkembangan dalam lingkungan eksternal merupakan ancaman. Ancaman lingkungan adalah tantangan akibat kecenderungan yang tidak menguntungkan atau perkembangan yang akan mengurangi penjualan dan laba bila tidak dilakukan gerakan penjualan defensif

Dalam kasus pada PT. HM Sampoerna Threats yang dimilikinya adalah :

  1. Regulasi dan perda mengenai anti-rokok
  2. Kompetitor dari rokok jenis Mild
  3. Tingginya pajak rokok
Tags:

PAPER

INTERNET BUSINESS AND MANAGEMENT

SIX STEP CASE

ANALYZE FRAMEWORK

(CASE STUDY IBM)

COMPANY HISTORY

IBM didirikan pada tahun 1911 sebagai computing-tabulating-recording dalam sebuah merger dari 3 perusahaan yang berawal dari 1890. 3 tahun kemudian Thomas J Watson mengambil alih menjadi president dan membuat budaya kerja pada IBM menjadi:

  • Ungkapan lifetime employee
  • Etos kerja yang dinyatakan dalam slogan “THINK” atau berpikir.

Perusahaan melakukan ekspansi secara internasional dan mengadopsi pada tahun 1924. Watson memimpin perusahaan hampir 40 tahun kesuksesan. Dan pada masa era computer pada tahun 1952 ia berpaling kepemimpinan pada putranya Thomas Watson .Jr.

Dibawah Watson, Jr. IBM muncul secara dominan di dalam dunia perusahaan computer selama 20 tahun karena mereka yang pertama mempelopori computer language seperti fortran yang dapat memproduksi sistem komputasi yang disesuaikan seperti mesin kasir, ATM, dan lain sebagainya. Dan perusahaan ini terus Berjaya sampai dengan 1980 hingga sampai ada ucapan “NO BODY GOT FIRED FOR BUYING IBM”

Pada tahun 1990, IBM kedua perusahaan paling menguntungkan di dunia, dengan pendapatan bersih $ 6 miliar pada penjualan $ 69 miliar. Sebuah transformasi yang bertujuan menempatkan perusahaan lebih besar sukses itu hampir selesai. Untuk pemimpin dunia dalam industri yang akan terus tumbuh spektakuler, masa depan tampak sangat menjanjikan.

SWOT ANALYSIS

1. Strength

    • Sales team yang kuat
    • Brand awareness yang kuat
    • Pengalaman dalam bidang mainframe yang tinggi

    2. Weakness

      • Banyaknya proses bisnis yang berbeda untuk mencapai tujuan yang sama diberbagai perusahaan.
      • Kompleksitas unit bisnis

      3. Opportunity

      • IBM sudha terlanjur besar dan terkenal
      • Customer sudah banyak, dan loyal

      4. Threat

        • Pesaing mengeluarkan produk yang lebih murah
        • Hubungan dengan customer sempat memburuk

        PROBLEM STATEMENT

        Memasuki awal tahun 80-90an IBM mulai dilanda dengan masalah pertamanya dimulai pada tahun puncak 1984 karena walaupun perusahaan masih menguntungkan akan tetapi pengembalian penjualan, aset, dan ekuitas melemah.

        Menurut Akers IBM mempunyai masalah dengan competitor mereka dikarenakan produk yang yang masuk kepasar lebih cepat dengan harga yang lebih kompetitif dan survey memperlihatkan dari lemahnya relationship dengan customer dikarenakan perusahaan denagn warisan mainframe tidak dapat beroperasi dengan tekhnologi saat itu termasuk IBM sendiri.

        Untuk menangani hal itu Akers menyusun rencana produk yang ditujukan untuk meningkatkan daya saing dengan cara meningkatkan hubungan dengan pelanggan, dan memperkuat efisiensi structural. Pada tahun 1988 perusahaan melakukan reorganisasi di seluruh perusahaan mengoreksi sebuah misalignment antara alokasi sumber daya dan tren pasar. Melakukan desentralisasi dan mendorong semua perusahaan untuk kualitas six sigma. Dan pada akhirnya terjadi pemangkasan karyawan sampai 20.000 karyawan dan penutupan 19 pabrik.

        Sampai dengan tahun 1990 perusahaan terlihat seperti membuahkan hasil. Financial kembali membaik, siklus melalui semua perusahaan melakukan improvisasi.

        Tetapi pada tahun 1991-1993 IBM banyak mengalami kerugian sebesar   $16 miliar, ini adalah akibat dari melemahnya permintaan untuk mainframe inti dan semakin melemahnya relationship dengan customer.

        Pada saat pertama mengetahui penurunan profit IBM juga sudah melakukan beberapa tindakan namun tidak membuahkan hasil yang memuaskan seperti Dengan kedatangan keuangan kabar buruk, Akers dan timnya baru upaya untuk menghilangkan biaya dari struktur perusahaan. Tunjangan karyawan (misalnya, pusat kebugaran keanggotaan) dipotong kembali. Beberapa layanan berbagi dalam IBM yang mengalami persaingan eksternal.  $ 3,7 milyar dana digunakan untuk keperubahan kepemimpinan telah diposting dan seri baru pengurangan personil dimulai, berfokus pada bisnis mainframe.

        DEVELOPMENT OF ALTERNATIVES

        IBM mengambil langkah strategis pada tahun 1993-1999 dengan mengangkat Louis v gartner sebagai CEO dan dengan langkah yang dapat mengembalikan kembali keuntungan perusahaan. Langkah2 yang dilakukan adalah:

        • Mengubah perusahaan dengan karyawan baru
        • Mengusulkan mendatangkan investor
        • Perubahan pemimpin : restrukturisasi, fasilitas
        • Dari sisi produk : IBM menganalisa market, yg lebih mengutamakan kebutuhan customer
        • Behaviour dirubah
        • Sales team sangat kuat, target market nasional berubah menjadi global
        • CIO “tidak lagi berfokus pada penjualan product tapi menjual solusi ke customer”

        EVALUATION OF ALTERNATIVES

        IBM berhasil menunjukan perbaikan pada tahun 1994 dan kembali menjadi stabil pada tahun 1995.

        Tags: